Sebaik-baik manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang sempurna tidak akan bernilai bila tanpa ketakwaan kepada Allah SWT. Senantiasa beribadah, karena rasa takwanya kepada Allah SWT. Ketakwaan manusia kepada Allah SWT menjadi bekal dalam menghadapi lika-liku kehidupan di dunia. Hal ini dapat dipahami bahwa ketakwaan selain sebagai bentuk keta’atan kepada Allah SWT juga sebagai jalan untuk mendapatkan kehidupan yang maslahat dunia dan akhirat.
Ketika kita hidup dalam kondisi baik, ketakwaanpun akan baik juga. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Allah akan menguji ketakwaan seseorang dengan suatu musibah atau dengan suatu nikmat yang sangat melimpah, sehingga kadangkala kita terlelap dalam kekafiran. Namun daripada itu, sebagai eksistensi keberadaan manusia di dunia ini, ketika ditimpa cobaan yang sangat berat, kita harus tetap mensyukuri apa yang ada.
Meskipun kehidupan dipenuhi oleh warna-warni, tapi hendaknya kita menjadi orang yang memetik hikmah dari perbedaan tersebut. Musibah maupun nikmat tidak akan memberikan rasa beda di kala kita sudah mafhum terhadap kebijaksanaan Illahi karena tidak selamanya kenikmatan memberikan kebahagiaan ( bisa saja itu adalah sebuah ujian). Begitu pula sebaliknya, tidak selamanya musibah memberikan kesengsaraan jika kita mampu memetik hikmah yang terkandung didalamnya.
Kebaikan, kejahatan, nikmat , derita karunia, ujian, semuanya sama. Bukan hanya semua itu adalah hukum alam di mana manusia hidup di dalamnya, tapi juga kemaslahatan untuk manusia sendiri. Perbandingan yang tepat mungkin bisa dilihat dari sikap tegas dan lembut dari orang tua. Manakah di antara keduanya yang lebih maslahat bagi pendidikan anaknya? Jika hanya kelembutan yang diberikan, maka orang tua dianggap tidak memberikan pendidikan yang baik kepada anak. Demikian pula apabila seseorang merasakan terus nikmat tanpa penderitaan, haruskah manusia menganggap buruk musibah kejahatan, penderitaan dari Tuhannya?
Semoga dari tulisan di atas kita selalu bersyukur dengan apapun yang kita dapati & apapun yang telah kita miliki di setiap hari. Karena dibalik sebuah kejadian, bisa jadi kita belum mengetahui kejadian ini untuk apa yang saat ini terjadi, bisa jadi untuk esok di hari di masa yang akan datang baru akan diketahui.
Ada sebuah cerita yang menarik yang mungkin bisa kita ambil di bawah ini:
Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau besar berbulu coklat keemasan. Luka yang diderita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang dikejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah terbidik mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak bisa lagi berburu. Ia tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana balas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walau sedikit, sang serigala selalu dapat bagian. Sang harimau paham bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lain. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai ke telinga seorang pertapa. Ia dan beberapa muridnya ingin melihat dan mengambil pelajaran. Di pagi hari, berangkatlah mereka. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sepotong daging kepada serigala. “Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana?” tanya pertapa ke murid-muridnya. Seorang murid menjawab, “Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya lewat berbagai cara.”
Sang pertapa tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, “Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan.” Ia menanti jawaban dari gurunya. “Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau.”
Adalah benar bahwa Tuhan menciptakan ikan buat umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, gandum-gandum yang hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika di sana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat bahwa: berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu suatu keterpaksaan, bukan pula karena didorong rasa kasihan dan ingin balas budi.
Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Di sana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab di sana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayam keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu.
Teman, jika kita bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah meniru teladan harimau.
Salam,
Penulis